Landasan
dan Klasifikasi Ilmu-Ilmu Keislaman Abad Pertengahan[1]
A.
Pendahuluan
Sejarah adalah rekaman tentang semua rentetan peristiwa yang telah terjadi,
yang berfungsi sebagai pengungkap segala sesuatu sesuai dengan fakta yang ada
tanpa distorsi sedikitpun, tetapi pada kenyataannya ia hanya mengungkap
sebagian rentetan peristiwa tersebut dan tidak bisa lepas sepenuhnya dari
rekayasa yang biasanya dilakukan oleh penguasa politik. Meskipun fenomena
semacam ini pernah terjadi, tetapi hal ini tidak bisa dianggap sebagai
persoalan remeh bahkan harus diluruskan, karena menyangkut dan memengaruhi
kehidupan generasi selanjutnya sebagai aktor sejarah berikutnya. Apalagi
sejarah yang dimaksud adalah sejarah tentang ilmu pengetahuan yang merupakan
faktor penting dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, perlu adanya usaha
yang sungguh-sungguh serta tanggung jawab moral dan akademik dalam pemaparan
sejarah.
Kalangan muslim spanyol telah menorehkan catatan yang paling mengagumkan
dalam sejarah intelektual pada abad pertengahan di Eropa. Orang-orang yang
berbicara dengan bahasa Arab adalah pembawa obor kebudayaan dan peradaban
penting yang banyak menyeruak menembus seluruh pelosok dunia. Selain itu,
mereka juga merupakan perantara yang menghubungkan ilmu dan filsafat yunani
klasik sehingga khazanah kuno itu ditemukan kembali. Tak hanya menjadi
mediator, mereka juga memberikan beberapa penambahan dan proses transmisi
sedemikian rupa sehingga memungkinkan lahirnya pencerahan di Eropa Barat. Dalam
semua proses tersebut, bangsa Arab-Spanyol mempunyai andil yang sangat besar
Seorang sejarawan sains terkemuka, George
Sarton, menuliskan dalam jilid pertama bukunya yang sangat terkenal, Introduction to the History of Science,
“cukuplah kita menyebut nama-nama besar yang tidak tertandingi di masa itu oleh
seorang pun di Barat: Jabir bin Hayyam, Al-Kindi, Al-khawarizmi, Al-Fargani,
Ar-Razi, Sabit bin Qurra, Al-Battani, Al-Farabi, Ibrahim bin Sinan, Al-Mas’udi,
At-Tabari, Abu al-Wafa, Ali bin Abbas, Abdul Qasim, Ibnu Yunus, Al-Kashi, ibnu
Haitam, Ali bin Isa al-Gazali, Umar Khayyam. Jika seseorang mengatakan pada
abad pertengahan sama sekali steril dari kegiatan ilmiah, kutiplah nama-nama
ilmuwan diatas. Mereka semua hidup dan berkarya dalam periode yang amat
singkat, dari 750 hingga 1100 M”.[2]
B.
Landasan Ilmu pengetahuan
a.
Landasan Agama
Sesungguhnya pengembangan ilmu pengetahuan dalam sejarah Islam sejalan
dengan perintah Al-Qur’an untuk mengamati alam dan menggunakan akal, dua dasar
metodologi sains. Perintah penggunaan akal sebagai dasar kerasionalan ilmu
dengan perintah mengamati alam sebagai dasar ilmu selalu berjalan seiring,
misalnya dalam surah Ar-Rum 22, Al-Baqarah 164, Ali Imran 190-191. Yunus 5, dan
Al-An’am 97. Dan Firman Allah SWT juga sering disertai pertanyaan afala
ta’qilun (mengapa tidak kau gunakan akalmu) dan afala tatafakkarun (mengapa tak
kau pikirkan).
Perintah Al-Qur’an itu diperkukuh oleh hadis-hadis Nabi SAW yang
mewajibkan umat Islam untuk menuntut ilmu, “ Menuntut ilmu itu wajib bagi kaum
muslimin lelaki dan perempuan (HR. Bukhari dan Muslim). Kedudukan ilmuwan dalam
Islam dipandang utama, seperti dinyatakan Rasulullah SAW dalam hadis. “ Manusia
yang mulia adalah seorang mukmin yang berilmu (HR. Bukhari). Ini sesuai dengan
pernyataan Allah SWT dalam surah Al-Mujadalah ayat 11, “Allah tinggikan
beberapa derajat kedudukan orang yang beriman dan berilmu.” Bahkan Rasulullah
SAW mengatakan bahwa “manusia yang paling dekat derajatnya dengan derajat para
Nabi adalah orang-orang yang berilmu dan berjuang” (HR. Bukhari).
b.
Landasan Filsafat
Perintah menuntut ilmu
dalam Al-Qur’an dan hadis tersebut mendorong kaum muslimin abad-abad pertam
hijrah untuk menerjemahkan berbagai buku dari bahasa Yunani, Persia, India, dan
Cina ke dalam Bahasa Arab. Kemudian para filsuf muslim mengklasifikasi ilmu-ilmu
itu secara sistematis. Ini menjadi dasar bagi para ilmuwan muslim untuk
mengembangkan sains, terutama ilmu pengetahuan alam dan ilmu alatnya, yaitu
matematika dan logika.
Filsuf Islam yang
pertama, Al-Farabi (257 H-339 H/870 M-950 M) mengklasifikasi ilmu menjadi lima,
yaitu ilmu-ilmu bahasa, ilmu logika, ilmu-ilmu persiapan, ilmu-ilmu kealaman,
dan ilmu-ilmu masyarakat. Klasifikasi Al-Farabi ini diteruskan dan
disempurnakan pada abad berikutnya oleh Ibnu Sina dalam kitab Asy-Syifa’ dan
oleh Ikhwan as-Safa dalam ar-Rasa’il. Penyempurnaan klasifikasi ini berpuncak
pada klasifikasi ibnu Khaldun (sejarahwan dan Bapak sosiologi Islam; 1332-1406)
yang dengan tegas membagi ilmu menjadi dua golongan besar , yaitu ilmu-ilmu
‘aqli atau ilmu-ilmu intelektual dan ilmu-ilmu naqli atau ilmu-ilmu tekstual.
Ilmu-ilmu aqli meliputi logika, fisika, metafisika, dan matematika. Adapun
ilmu-ilmu naqli meliputi ilmu Al-Qur’an; hadis, fikih, kalam, tasawuf, dan
ilmu-ilmu kebahasaan.
Al-Ghazali (450 H-505
H/ 1058 M-1111M ) memberikan empat macam klasifikasi ilmu berdasarkan berbagai
criteria. Berdasarkan prakteknya, ilmu dapat dibagi menjadi ilmu teoritis dan
praktis. Berdasarkan mendapatkannya, al-Ghazali membagi ilmu huduri yang
didapat secara langsung dan ilmu husuli yang diperoleh melalui panca indera.
Pengelompokan yang ketiga berdasarkan kaitannya dengan agama. Dia membedakan
ilmu-ilmu syar’iyyah dan ilmu-ilmu ‘aqliyyah. Klasifikasi al-Ghazali yang
terakhir adalah hukumnya, yaitu ilmu-ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Berdasarkan
klasifikasi al-Ghazali ini, sains bersifat husuli, ‘aqliyah, dan fardhu
kifayah.
c.
Landasan Kelembagaan
Lembaga ilmiah pertama didirikan oleh Khalifah al-Ma’mun (813-833) di
Baghdad. Yaitu Baitul Hikmah. Lembaga kedua adalah Darul Hikmah, yang didirikan
oleh penguasa Fatimiah di kairo, Mesir, al-Hakim pada 1004 M. di Baghdad juga
terdapat al-Hamiyah, yang didirikan pada 1076 M oleh Nizam al-Mulk, seorang
menteri dari Persia. Pada 1243 M sekolah itu diperluas menjadi Madrasah
al-Muntasiriah yang dilengkapi denga rumah sakit. Di Suriah terdapat pula
sekolah-sekolah sejenis, misalnya ar-Rasyidah dan al-Aminah. Adapun di Mesir
terdapat an-Nasiriah dan as-Salahiyah. Sekolah-sekolah tinggi lainnya tersebar
di Spanyol dan Asia Tengah.
Selain perpustakaan, observatorium merupakan pusat-pusat penelitian
keilmuwan islam yang maju. Observatorium yang pertama adalah Syamsiah yang
didirikan Khalifah al-Ma’mun di Baghdad sekitar 829M. Pembangunan observatorium
ini segera diikuti oleh pembangunan observatorium al-Battani di ar-Raqqah dan
observatorium Abdurrahman as-Sufi di Syiraz.
Rumah-rumah sakit merupakan sarana pengembangan ilmu yang tak dapat
diabaikan, terutama kedokteran dan farmasi. Rumah sakit pertama dalam peradaban
Islam didirikan pada 707M oleh Khalifah Walid bin Abdul Malik dari dinasti
Umayyah di Damascus. Para raja berikutnya juga tidak mau ketinggalan dalam pembangunan
rumah sakit. Di Mesir didirikan Manshuri dan di Baghdad didirikan rumah sakit
Nuri.
C.
Bidang-Bidang Ilmu Pengetahuan
a.
Bahasa dan Sastra
Dalam ilmu-ilmu linguistik murni, termasuk di dalamnya filologi, tata
bahasa, dan leksikografi, orang Arab Spanyol tertinggal jauh di belakang orang
Irak. Al-Qali (901-989) merupakan salah seorang professor ternama dari
universitas kordova. Ia lahir di Armenia dan mengenyam pendidikan di Baghdad.
Murid utamanya Muhammad ibn al-Hasan al-Zubaydi (928-989). Karya utama
al-Zubaydi adalah daftar klasifikasi para ahli tata bahasa dan ahli filologi
yang bermunculan sepanjang sejarah hingga masa ia hidup[3] .
Dalam bidang sastra, penulis yang terkenal adalah Ibn ‘Abd Rabbihi
(860-940) dari kordova, penyair kesayangan ‘Abd al-Rahmab III. Judul yang ia
berikan untuk buku antologinya yang kondang adalah al-‘Iqd al-Farid (kalung
Antik), yang setelah Aghani menempati posisi pertama dalam urutan karya-karya
dalam bidang sejarah sastra Arab. Tapi pujangga terbesar dan yang paling
mempunyai pemikiran murni dari kalangan muslim spanyol adalah Ali ibn Hazm
(994-1064), salah satu dari penulis yang paling banyak karyanya. Dalam Thauq
al-Hamamah (kalung merpati), sebuah antologi berisi syair-syair cinta, ia
memuja konsep cinta Platonis[4]. Ada
banyak lagi penyair yang lain yang dilahirkan Arab-Spanyol namun hanya sedikit
rujukan tentang mereka.
Dari kota terakhir (Granada) inilah orang Kristen yang telah terarabkan
(kaum Mozarab) yang cukup akrab dengan sastra arab, telah menyebarkan beberapa
unsure kebudayaan Arab kepada kerajaan-kerajaan lain di bagian utara dan
selatan. Dalam bidang prosa, fable, cerita rakyat, dan apologi menampilkan
kemiripan yang jelas dengan karya-karya Arab yang lebih awal muncul dan secara
otomatis menampilkan model indo-Persianya.
Tetapi kontribusi yang paling berarti dari bangsa Arab untuk kesusastraan
Eropa abad pertengahan adalah pengaruh yang ia berikan melalui bentuknya yang
membantu membebaskan imajinasi orang Barat dari kebuntuan, disiplin, atau
aturan-aturan yang kaku yang dibatasi oleh konvensi-konvensi social.
Berpartisipasi hingga tingkatan yang terbatas dari konvensi yang
membelenggu, puisi Arab-Spanyol mengembangkan bentukbentuk gaya puisi baru, dan
hampir memperoleh sensibilitas modern untuk keindahan alami. Bermula dari awal
abad ke-11, system lirik muwasysyah[5]
dan zajal telah dikembangkan di
Andalusia. Kedua bentuk itu didasarkan atas pengulangan nada-nada chorus yang
dinyanyikan dengan pasti. Music dan lagu dikembangkan, dan dipelihara dengan
baik saat dipadukan dengan puisi.
Puisi-puisi Arab memberikan kontribusi penting pada munculnya skema
sastra yang tegas tentang cinta platonic dalam bahasa spanyol pada awal abad
ke-8. Di sebelah selatan Perancis, penyair-penyair ternama dari wilayah itu
muncul datu demi satu hingga akhir abad ke-11 dengan karya-karya mereka yang
mengungkapkan hasrat cinta yang bergelora, yang disertai kekayaan fantasi
imajiner.
b.
Sejarah
Salah seorang sejarawan Spanyol yang paling awal dan paling terkenal
adalah Abu Bakr ibn Umar, biasa dikenal dengan sebutan ibn al-Quthiyah,
karyanya yang berjudul Tarikh Iftitah
al-Andalus berisikan ulasan tentang sejarah Spanyol dari masa penaklukan
muslim hingga bagian awal kepemimpinan Abd al-Rahman III. Sejarawan lainnya
adalah Abu Marwan Hayyan ibn Khalaf dari kordova (987-1076), daftar karya Ibnu
Hayyan tidak kurang dari lima puluh judul, satu diantaranya al-matin, terdiri atas enam puluh jilid.
Sayang, hanya satu karyanya yang berjudul al-Muqtabis fi Tarikh Rijal
al-Andalus, yang bisa diselamatkan[6].
Dua nama berikutnya, yang menegaskan puncak kesempurnaan tertinggi dalam
bidang literer, dan pemahaman sejarah yang pernah dilahirkan dunia muslim
Barat, yang juga merupakan dua sahabat, sekaligus pejabat istana Nashriyah
adalah Ibnu al-Khatib dan Ibnu Khaldun. Dari sekitar enam puluh karya-karya
menakjubkan yang ditulis Ibnu al-Khatib kebanyakan meliputi kajian puisi,
sastra, sejarah, goegrafi, kedokteran dan filsafat, hanya tiga karya yang masih
ada saat ini. Karyanya yang paling penting untuk kita saat ini adalah buku
tentang sejarah Granada yang sangat kaya.[7]
Ketenaran Ibnu Khaldun terletak dalam muqaddimah-nya. Di dalamnya ia
mempersembahkan, untuk pertama kalinya, teori perkembangan sejarah yang
menempatkan dua aspek social berupa fakta-fakta fisik tentang iklim dan
geografi, serta aspek moral dan spiritual yang memengaruhi perkembangan social.
Sebagai ilmuwan yang mencoba merumuskan hokum-hukum kemajuan dan kemunduran
suatu bangsa, Ibnu Khaldun bisa dianggap sebagai penemu ruang lingkup dan sifat
sejati sejarah. Tidak ada penulis Arab, ataupun eropa, yang pernah meletakkan
sudut pandang sejarah dengan begitu komprehensif dan filosofis. Semua pendapat
kritis bersepakat bahwa Ibnu Khaldun merupakan filosofi sejarah terbesar yang
pernah dilahirkan Islam sepanjang waktu.[8]
c.
Filsafat
Filsafat, meskipun berkembang dalam waktu yang relative singkat, akan
tetapi disiplin ini telah mampu melahirkan tokoh-tokoh yang terkenal dan
berpengaruh dalam pemikiran filsafat di kemudian hari. Di antaranya adalah Abu
Bakar Muhammad ibn Yahya al-Saig, yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Bajjah
(Avempace) lahir di Saragosa dan meninggal di Fez pada tahun 1138M. karyanya
yang terkenal adalah Tadbir al-Mutawahhid (the Rule of The Solitary), yang
membicarakan usaha-usah orang menjauhi segala macam keburukan masyarakat yang
disebut mutawahhid (penyendiri). Karya filsafatnya berisi penjelasan pemikiran
Aristoteles, Ibnu Tufaail mengakui bahwa Ibn Bajja adalah seorang filosof yang
cerdas dan sangat dalam pemikiran nya. Corak filsafatnya dicirikan tidak
mengarah ke tasafuf atau bahkan menolaknya[9].
Ahli filsafat lain Abu Bakar Muhammad ibn Abd al-Malik ibnTufail
al-Qaisi, dikenal dengan Ibn Tufail atau di Barat disebut dengan sebutan
Abubacer. Karyanya yang terkenal adalah hayy
ibn Yaqzan yang berisikan tentang cerita filsafat dan tentang manusia yang
hidup jauh dari masyarakat.[10]
d.
Ilmu Agama
Di zaman Abd al-Rahman
I ilmu Fiqh berkembang di Spanyol, apalagi setelah Al-Auza’i terkenal namanya
sebagai ulama fiqih. Kemudian disusul oleh murid-murid Imam Malik yang
mengembangkan Fiqh gurunya. Diantara murid Imam Malik yang terkenal adalah Abd
al-Malik ibn Habib al-Sullami, Yahya ibn Yahya al-Lais dan Isa ibn Dinar. Salah
seorang murid imam Malik yang terkenal dalam dan luas ilmunya adalah Yahya ibn
Yahya al-Lais. Ia sabgat berwibawa dan disegani karena selain ia adalah seorang
ulam fiqh, ia juga seorang Qadi al-qudat di zaman Abd al-Rahman III atau
al-Nasir (912-961M). yahya juga dikenal sebagai seorang yang jeli dan cermat
dalam memberikan fatwanya[11].
Ilmu kalam juga
berkembang di Andalus. Di antara tokohnya adalah Ibnu Hazm. Ibnu Hazm dikenal
sebagai ulama yang besar andilnya dalam memurnikan aqidah sehingga koreksi dan
sanggahannya tidak hanya tertuju kepada aliran-aliran Islam saja tetapi
serangan yang paling keras diarahkan kepada faham Yahudi dan Nasrani .
Ilmu agama lain yang
turut mewarnai kejayaan peradaban Islam Spanyol adalah tasawuf. Di antara
tokohnya yang terkenal adalah Ibn Masarrah, seorang keturunan dari kota Cordova
yang berpaham mu’tazilah. Namun ia tidak menyebarkan paham ini ke masyarakatnya
karena ia menyadari bahwa paham ini masih sangat asing bagi mereka. Akan tetapi
Ibn Masarrah mewariskan ilmu tasawuf kepada murid-muridnya separti al-Hasyimi,
dan Muhy al-Din ibn Araby. Nama yang disebut terakhir dikenal sebagai sufi
besar, yang belajar dan bermukim dan meninggal di Damaskus. Ia terkenal dengan
konsep tasawufnya, Wahdah al-Wujud[12]
e.
Ilmu Sains
1.
Matematika
Matematika adalah salah satu cabang ilmu yang berkembang pesat di
kalangan umat islam zaman dahulu, karena hokum-hukum syariat tentang zakat dan
waris menuntut perhitungan aritmatika. Filsufuf islam pertama, abu yusuf Ya’qub
bin Ishak al-Kindi (185-256 H/801-869M), juga dikenal sebagai matematikawan. Ia menulis empat buku
tentang aritmatik, diantarnya Risalah fi Madkhal ila al-Aritmatika (Risalah
Pengantar Ilmu Hitung) dan risalah al-Kammiyat al-Mudafah (Risalah tentang
Jumlah relative).
Matematikawan muslim terbesar adalah Muhammad bin Musa al-Kammiyat (780-850
M)., yang juga ahli geografi terkemuka. Ia memelopori penggunaan angka nol
dalam ilmu hitung. Metode untuk menghitung kemudian dikenal sebagai algoritma.
Bukunya yang terkenal adalah al-Kitab al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa
al-Muqabalah ( compendium tentang hitung aljabar dan persamaan.
2.
Fisika
Ilmuwan muslim yang pertama memperhatikan ilmu fisika adalah Abu Yusuf
Ya’qub bin Ishak al-Kindi atau yang lebih dikenal dengan al-Kindi pada
pertengahan abad ke 9 tinggal di kota
Baghdad. Salah satu bukunya yang terkenal di bidang optic yang kemudian diterjemah
ke dalam bahasa latin dengan judul Aspectibus.
Buku ini mempunyai pengaruh besar pada pendidikan Roger Bacon (1114-1249),
salah seorang pelopor penerapan metode eksperimental dalam pengembangan sains
di Barat.
Fisikawan lainnya adalah Abdul Rayhan Muhammad bin Ahmad al-Biruni.
Al-biruni melakukan banyak penelitian empiris tentang mineral. Hasilnya
dituliskan dalam Maqal fi an-Nisab baina az-Zat wa al-Jawahir fi al-Hajm
(perihal hubungan antara Berat logam dan Batu Mulia per Volume). Dia mengukur berat
jenis benda-benda yang tidak mempunyai bentuk teratu, dengan menggunakan
timbangan ciptaannya sendiri yang berdasarkan prinsip Archimedes.
3.
Kimia
Ilmu kimia dipelajari oleh orang islam dari bangsa cina sekitar tahun
600M. tapi bangsa Cina pada waktu itu belum mempunyai pengetahuan sistematis
yang menyeluruh tentang zat dan proses-proses antar zat. Sistematika ini
dilakukan oleh bangsa Arab. Bapak ilmu kimia adalah Jabir bin Hayyan al-Kufi
as-Sufi (721-815 M) atau yang dikenal di Eropa dengan nama Geber.
4.
Biologi
Ilmu hayat, terutama ilmu tumbuh-tumbuhan (Botani) telah berkembang
dengan sangat maju, yang diperkaya dengan penyelidikan-penyelidikan yang
dilakukan oleh para ahlinya. Pengamatan yang tepat tentang perbedaan jenis
kelamin antar tanaman seperti palem dan ram, mengklasifikasikan tanaman-tanaman
menurut jenis-jenisnya, yang tumbuh dari cangkokan atau dari biji, tanaman yang
menurut ahli dapat hidup dengan sendirinya.[13] .
Salah satu ilmuwan muslim yang mendalami bidang botani adalah al-Biruni.
Ia mengamati bunga-bungaan, hasil pengamatannya tersebut menunjukkan bahwa bunga
selalu memiliki 3,4,5,6,dan18 kelopak, tidak pernah 7 atau 9.
Dunia hewan juga merupakan objek studi ilmuwan muslim. Ibnu Sina
menyediakan satu bagian dari bukunya yang terkenal asy-Syifa’ untuk zoology. Ia
membagi hewan air menjadi beberapa macam menurut habitatnya. Ia membicarakan secara terperinci
anatomi komparatif berbagai jenis binatang itu, serta perbandingan system otot,
pencernaan, pembiakan, dan peredaran darah.[14]
5.
Kedokteran
Dokter terbesar dalam sejarah Islam adalah Ibnu Sina, yang juga seorang
filsuf besar. Dia digelari “Medicorum Principal” alias Raja Diraja Dokter oleh
tradisi kedokteran Eropa klasik. Ibnu Sina menulis banyak buku tentang
kedokteran, diantaranya al-Qanun fi at-Tibb (Prinsip-prinsip Kedokteran).
Terjemahannya dalam bahasa latin merupakan buku pegangan di
universitas-universitas eropa sejak abad ke-12 hingga abad ke-18. Buku ini
bahkan menjadi standar karya-karya medis Cina sejak zaman Dinasti Han. Ibnu
Sina juga memelopori pengobatan penyakit syaraf neurasthenia.[15]
6.
Ilmu Bumi
Ahli ilmu bumi pertama dalam sejarah islam adalah Hisyam al-Kalbi, yang
termasyhur pada awal abad ke-9. Khususnya dalam studi yang mendalam mengenai
kawasan Arab. Rintisannya diikuti oleh beberapa ahli ilmu lainnya , diantaranya
Muhammad bin Musa al-Khawarizmi, khawarizmi bukan hanya merevisi pandangan
ptolemaeus tentang geografi, tetapi juga mengoreksinya dalam beberapa rincian.
Bersama tujuh puluh geographer, Khawarizmi membuat peta globe pertama pada
tahun 830 M.[16]
7.
Astronomi
Al-Biruni juga seorang
astronom. Ia menulis buku al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hai’ah wa an-Nujum (Hukum
Mas’udi tentang Aspek Kelangitan dan Bintang-bintang). Ia berhasil menghitung
garis bujur beberapa kota berdasarka pengamatan gerhana. Ia mengambil
kesimpulan bahwa bumi berputar mengelilingi sumbunya, enam ratus tahun
mendahului Galileo. Ia juga berhasil menghitung jarak dua kota yang diketahui
garis lintang dan garis bujurnya. Sebuah metode untuk menentukan terjadinya
gerhana di setiap tempatpun telah dirintisnya. Menurut pengamatannya saat itu,
gerhana matahari akan terjadi pada 8 April 1019 dan gerhana bulan pada 17
September 1019.[17]
f.
Karya-karya music
Studi-studi islam
seperti yang telah diprakarsai oleh para teoritikus al-Kindi, Avicenna dan
Farabi, telah diterjemahkan ke bahasa Hebrew dan Latin sampai periode
pencerahan Eropa. Banyak penulis-penulis dan musikolog Barat setelah tahun 1200
seperti Gundi salvus, Robert Kilwardi, Ramon Lull, Adam de fulda dan lain-lain.
Menunjuk kepada terjemahan Latin dari tulisan-tulisan musical Farabi. Dua buku
yang paling sering disebut adalah De
Scientiis dan De Ortu Scientiarum. Music Muslim juga disebarluaskan ke
seluruh Eropa oleh para penyanyi pengembara dari periode pertengahan dan
memperkenalkan banyak instrument dan elemen-elemen music islami.
Isntrumen-instrumen
yang lebih terkenal adalah lute (al-dud), pandore (tanbur), dan gitar (gitara).
Kontribusi Muslim yang penting terhadap warisan music Barat adalah music
mensural dan nilai-nilai mensural dalam not dan mode ritmik. Tarian Moris di
inggris berasal dari Mooris Mentas (Morise). Spanyol banyak menerapkan
model-model musical untuk sajak dan rima syair dari kebudayaan Muslim[18]
D.
Penutup
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa perkembangan ilmu tidak bisa
dilepaskan dari rasa keingintahuan yang besar diiringi dengan usaha-usaha yang
sungguh-sungguh melalui penalaran, percobaan, penyempurnaan, dan berani
mengambil resiko tinggi sehingga menghasilkan penemuan-penemuan yang bermanfaat
bagi suatu generasi dan menjadi acuan pertimbangan bagi generasi selanjutnya
untuk mengoreksi, menyempurnakan, mengembangkan, dan menemukan penemuan
selanjutnya.
Sejarah sudah membuktikannya bahwa Sejarah merupakan disiplin ilmu yang
memiliki validitas kebenaran yang tinggi sehingga layak dijadikan bahan untuk mengambil
pelajaran (‘ibrah).
Daftar Pustaka
-
Abdullah,Taufik. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
-
Hitti,Philip K. 2006. History of the Arabs Jakarta; Serambi Ilmu Semesta.
-
Fu’adi,Imam. 2012.
Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Yogyakarta: Teras.
-
Nakosteen,Mehdi. 1995. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat; Deskripsi Analisis Abad
Keemasan Islam.Surabaya: Risalah Gusti.
[1]
Cut Putroe Yuliana, Mahasiswi Pasca Sarjana jur Ilmu Perpustakaan dan Informasi
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
[2]Taufik
Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2002) hal.237.
[3]
Philip K. Hitti. History of the Arabs (Jakarta; Serambi Ilmu Semesta, 2006)
hal.708-709.
[4] Ibid hal 710.
[5]
Disebut demikian dibandingkan dengan kata wishshah,
sabuk ganda dihiasi berbagai permata warna-warni yang dipakai wanita untuk
menutupi tubuhnya dari bahu hingga pangkal paha.
[6]
Philip K. Hitti. History of the Arabs (Jakarta; Serambi Ilmu Semesta, 2006) hal
720.
[7] ibid , hal 722
[8]Ibid , hal 724.
[9] Imam
Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, ( Yogyakarta: Teras,
2012) hal. 48-49
[10] Ibid,. hal 49
[11] Ibid., hal 53
[12]Ibid ., hal 55
[13]
Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, ( Yogyakarta: Teras,
2012) hal. 50.
[14] Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia
Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002) hal. 244.
[15]
Ibid,. hal 245.
[16]
Ibid,. hal. 248.
[17] Ibid,.Hal 250.
[18]
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas
Dunia Intelektual Barat; Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam (Surabaya:
Risalah Gusti, 1995) hal, 261.