Minggu, 02 Desember 2012

Landasan dan Klasifikasi Ilmu-Ilmu Keislaman Abad Pertengahan


Landasan dan Klasifikasi Ilmu-Ilmu Keislaman Abad Pertengahan[1]


A.    Pendahuluan

Sejarah adalah rekaman tentang semua rentetan peristiwa yang telah terjadi, yang berfungsi sebagai pengungkap segala sesuatu sesuai dengan fakta yang ada tanpa distorsi sedikitpun, tetapi pada kenyataannya ia hanya mengungkap sebagian rentetan peristiwa tersebut dan tidak bisa lepas sepenuhnya dari rekayasa yang biasanya dilakukan oleh penguasa politik. Meskipun fenomena semacam ini pernah terjadi, tetapi hal ini tidak bisa dianggap sebagai persoalan remeh bahkan harus diluruskan, karena menyangkut dan memengaruhi kehidupan generasi selanjutnya sebagai aktor sejarah berikutnya. Apalagi sejarah yang dimaksud adalah sejarah tentang ilmu pengetahuan yang merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, perlu adanya usaha yang sungguh-sungguh serta tanggung jawab moral dan akademik dalam pemaparan sejarah.
Kalangan muslim spanyol telah menorehkan catatan yang paling mengagumkan dalam sejarah intelektual pada abad pertengahan di Eropa. Orang-orang yang berbicara dengan bahasa Arab adalah pembawa obor kebudayaan dan peradaban penting yang banyak menyeruak menembus seluruh pelosok dunia. Selain itu, mereka juga merupakan perantara yang menghubungkan ilmu dan filsafat yunani klasik sehingga khazanah kuno itu ditemukan kembali. Tak hanya menjadi mediator, mereka juga memberikan beberapa penambahan dan proses transmisi sedemikian rupa sehingga memungkinkan lahirnya pencerahan di Eropa Barat. Dalam semua proses tersebut, bangsa Arab-Spanyol mempunyai andil yang sangat besar
Seorang sejarawan sains terkemuka, George Sarton, menuliskan dalam jilid pertama bukunya yang sangat terkenal, Introduction to the History of Science, “cukuplah kita menyebut nama-nama besar yang tidak tertandingi di masa itu oleh seorang pun di Barat: Jabir bin Hayyam, Al-Kindi, Al-khawarizmi, Al-Fargani, Ar-Razi, Sabit bin Qurra, Al-Battani, Al-Farabi, Ibrahim bin Sinan, Al-Mas’udi, At-Tabari, Abu al-Wafa, Ali bin Abbas, Abdul Qasim, Ibnu Yunus, Al-Kashi, ibnu Haitam, Ali bin Isa al-Gazali, Umar Khayyam. Jika seseorang mengatakan pada abad pertengahan sama sekali steril dari kegiatan ilmiah, kutiplah nama-nama ilmuwan diatas. Mereka semua hidup dan berkarya dalam periode yang amat singkat, dari 750 hingga 1100 M”.[2]

B.     Landasan Ilmu pengetahuan
a.       Landasan Agama
Sesungguhnya pengembangan ilmu pengetahuan dalam sejarah Islam sejalan dengan perintah Al-Qur’an untuk mengamati alam dan menggunakan akal, dua dasar metodologi sains. Perintah penggunaan akal sebagai dasar kerasionalan ilmu dengan perintah mengamati alam sebagai dasar ilmu selalu berjalan seiring, misalnya dalam surah Ar-Rum 22, Al-Baqarah 164, Ali Imran 190-191. Yunus 5, dan Al-An’am 97. Dan Firman Allah SWT juga sering disertai pertanyaan afala ta’qilun (mengapa tidak kau gunakan akalmu) dan afala tatafakkarun (mengapa tak kau pikirkan).
Perintah Al-Qur’an itu diperkukuh oleh hadis-hadis Nabi SAW yang mewajibkan umat Islam untuk menuntut ilmu, “ Menuntut ilmu itu wajib bagi kaum muslimin lelaki dan perempuan (HR. Bukhari dan Muslim). Kedudukan ilmuwan dalam Islam dipandang utama, seperti dinyatakan Rasulullah SAW dalam hadis. “ Manusia yang mulia adalah seorang mukmin yang berilmu (HR. Bukhari). Ini sesuai dengan pernyataan Allah SWT dalam surah Al-Mujadalah ayat 11, “Allah tinggikan beberapa derajat kedudukan orang yang beriman dan berilmu.” Bahkan Rasulullah SAW mengatakan bahwa “manusia yang paling dekat derajatnya dengan derajat para Nabi adalah orang-orang yang berilmu dan berjuang” (HR. Bukhari).
b.      Landasan Filsafat
Perintah menuntut ilmu dalam Al-Qur’an dan hadis tersebut mendorong kaum muslimin abad-abad pertam hijrah untuk menerjemahkan berbagai buku dari bahasa Yunani, Persia, India, dan Cina ke dalam Bahasa Arab. Kemudian para filsuf muslim mengklasifikasi ilmu-ilmu itu secara sistematis. Ini menjadi dasar bagi para ilmuwan muslim untuk mengembangkan sains, terutama ilmu pengetahuan alam dan ilmu alatnya, yaitu matematika dan logika.
Filsuf Islam yang pertama, Al-Farabi (257 H-339 H/870 M-950 M) mengklasifikasi ilmu menjadi lima, yaitu ilmu-ilmu bahasa, ilmu logika, ilmu-ilmu persiapan, ilmu-ilmu kealaman, dan ilmu-ilmu masyarakat. Klasifikasi Al-Farabi ini diteruskan dan disempurnakan pada abad berikutnya oleh Ibnu Sina dalam kitab Asy-Syifa’ dan oleh Ikhwan as-Safa dalam ar-Rasa’il. Penyempurnaan klasifikasi ini berpuncak pada klasifikasi ibnu Khaldun (sejarahwan dan Bapak sosiologi Islam; 1332-1406) yang dengan tegas membagi ilmu menjadi dua golongan besar , yaitu ilmu-ilmu ‘aqli atau ilmu-ilmu intelektual dan ilmu-ilmu naqli atau ilmu-ilmu tekstual. Ilmu-ilmu aqli meliputi logika, fisika, metafisika, dan matematika. Adapun ilmu-ilmu naqli meliputi ilmu Al-Qur’an; hadis, fikih, kalam, tasawuf, dan ilmu-ilmu kebahasaan.
Al-Ghazali (450 H-505 H/ 1058 M-1111M ) memberikan empat macam klasifikasi ilmu berdasarkan berbagai criteria. Berdasarkan prakteknya, ilmu dapat dibagi menjadi ilmu teoritis dan praktis. Berdasarkan mendapatkannya, al-Ghazali membagi ilmu huduri yang didapat secara langsung dan ilmu husuli yang diperoleh melalui panca indera. Pengelompokan yang ketiga berdasarkan kaitannya dengan agama. Dia membedakan ilmu-ilmu syar’iyyah dan ilmu-ilmu ‘aqliyyah. Klasifikasi al-Ghazali yang terakhir adalah hukumnya, yaitu ilmu-ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Berdasarkan klasifikasi al-Ghazali ini, sains bersifat husuli, ‘aqliyah, dan fardhu kifayah.

  
c.       Landasan Kelembagaan
Lembaga ilmiah pertama didirikan oleh Khalifah al-Ma’mun (813-833) di Baghdad. Yaitu Baitul Hikmah. Lembaga kedua adalah Darul Hikmah, yang didirikan oleh penguasa Fatimiah di kairo, Mesir, al-Hakim pada 1004 M. di Baghdad juga terdapat al-Hamiyah, yang didirikan pada 1076 M oleh Nizam al-Mulk, seorang menteri dari Persia. Pada 1243 M sekolah itu diperluas menjadi Madrasah al-Muntasiriah yang dilengkapi denga rumah sakit. Di Suriah terdapat pula sekolah-sekolah sejenis, misalnya ar-Rasyidah dan al-Aminah. Adapun di Mesir terdapat an-Nasiriah dan as-Salahiyah. Sekolah-sekolah tinggi lainnya tersebar di Spanyol dan Asia Tengah.
Selain perpustakaan, observatorium merupakan pusat-pusat penelitian keilmuwan islam yang maju. Observatorium yang pertama adalah Syamsiah yang didirikan Khalifah al-Ma’mun di Baghdad sekitar 829M. Pembangunan observatorium ini segera diikuti oleh pembangunan observatorium al-Battani di ar-Raqqah dan observatorium Abdurrahman as-Sufi di Syiraz.
Rumah-rumah sakit merupakan sarana pengembangan ilmu yang tak dapat diabaikan, terutama kedokteran dan farmasi. Rumah sakit pertama dalam peradaban Islam didirikan pada 707M oleh Khalifah Walid bin Abdul Malik dari dinasti Umayyah di Damascus. Para raja berikutnya juga tidak mau ketinggalan dalam pembangunan rumah sakit. Di Mesir didirikan Manshuri dan di Baghdad didirikan rumah sakit Nuri.

C.     Bidang-Bidang Ilmu Pengetahuan
a.       Bahasa dan Sastra
Dalam ilmu-ilmu linguistik murni, termasuk di dalamnya filologi, tata bahasa, dan leksikografi, orang Arab Spanyol tertinggal jauh di belakang orang Irak. Al-Qali (901-989) merupakan salah seorang professor ternama dari universitas kordova. Ia lahir di Armenia dan mengenyam pendidikan di Baghdad. Murid utamanya Muhammad ibn al-Hasan al-Zubaydi (928-989). Karya utama al-Zubaydi adalah daftar klasifikasi para ahli tata bahasa dan ahli filologi yang bermunculan sepanjang sejarah hingga masa ia hidup[3] .
Dalam bidang sastra, penulis yang terkenal adalah Ibn ‘Abd Rabbihi (860-940) dari kordova, penyair kesayangan ‘Abd al-Rahmab III. Judul yang ia berikan untuk buku antologinya yang kondang adalah al-‘Iqd al-Farid (kalung Antik), yang setelah Aghani menempati posisi pertama dalam urutan karya-karya dalam bidang sejarah sastra Arab. Tapi pujangga terbesar dan yang paling mempunyai pemikiran murni dari kalangan muslim spanyol adalah Ali ibn Hazm (994-1064), salah satu dari penulis yang paling banyak karyanya. Dalam Thauq al-Hamamah (kalung merpati), sebuah antologi berisi syair-syair cinta, ia memuja konsep cinta Platonis[4]. Ada banyak lagi penyair yang lain yang dilahirkan Arab-Spanyol namun hanya sedikit rujukan tentang mereka.
Dari kota terakhir (Granada) inilah orang Kristen yang telah terarabkan (kaum Mozarab) yang cukup akrab dengan sastra arab, telah menyebarkan beberapa unsure kebudayaan Arab kepada kerajaan-kerajaan lain di bagian utara dan selatan. Dalam bidang prosa, fable, cerita rakyat, dan apologi menampilkan kemiripan yang jelas dengan karya-karya Arab yang lebih awal muncul dan secara otomatis menampilkan model indo-Persianya.
Tetapi kontribusi yang paling berarti dari bangsa Arab untuk kesusastraan Eropa abad pertengahan adalah pengaruh yang ia berikan melalui bentuknya yang membantu membebaskan imajinasi orang Barat dari kebuntuan, disiplin, atau aturan-aturan yang kaku yang dibatasi oleh konvensi-konvensi social.
Berpartisipasi hingga tingkatan yang terbatas dari konvensi yang membelenggu, puisi Arab-Spanyol mengembangkan bentukbentuk gaya puisi baru, dan hampir memperoleh sensibilitas modern untuk keindahan alami. Bermula dari awal abad ke-11, system lirik muwasysyah[5] dan zajal telah dikembangkan di Andalusia. Kedua bentuk itu didasarkan atas pengulangan nada-nada chorus yang dinyanyikan dengan pasti. Music dan lagu dikembangkan, dan dipelihara dengan baik saat dipadukan dengan puisi.
Puisi-puisi Arab memberikan kontribusi penting pada munculnya skema sastra yang tegas tentang cinta platonic dalam bahasa spanyol pada awal abad ke-8. Di sebelah selatan Perancis, penyair-penyair ternama dari wilayah itu muncul datu demi satu hingga akhir abad ke-11 dengan karya-karya mereka yang mengungkapkan hasrat cinta yang bergelora, yang disertai kekayaan fantasi imajiner.

b.      Sejarah
Salah seorang sejarawan Spanyol yang paling awal dan paling terkenal adalah Abu Bakr ibn Umar, biasa dikenal dengan sebutan ibn al-Quthiyah, karyanya yang berjudul Tarikh Iftitah al-Andalus berisikan ulasan tentang sejarah Spanyol dari masa penaklukan muslim hingga bagian awal kepemimpinan Abd al-Rahman III. Sejarawan lainnya adalah Abu Marwan Hayyan ibn Khalaf dari kordova (987-1076), daftar karya Ibnu Hayyan tidak kurang dari lima puluh judul, satu diantaranya al-matin, terdiri atas enam puluh jilid. Sayang, hanya satu karyanya yang berjudul al-Muqtabis fi Tarikh Rijal al-Andalus, yang bisa diselamatkan[6].
Dua nama berikutnya, yang menegaskan puncak kesempurnaan tertinggi dalam bidang literer, dan pemahaman sejarah yang pernah dilahirkan dunia muslim Barat, yang juga merupakan dua sahabat, sekaligus pejabat istana Nashriyah adalah Ibnu al-Khatib dan Ibnu Khaldun. Dari sekitar enam puluh karya-karya menakjubkan yang ditulis Ibnu al-Khatib kebanyakan meliputi kajian puisi, sastra, sejarah, goegrafi, kedokteran dan filsafat, hanya tiga karya yang masih ada saat ini. Karyanya yang paling penting untuk kita saat ini adalah buku tentang sejarah Granada yang sangat kaya.[7]
Ketenaran Ibnu Khaldun terletak dalam muqaddimah-nya. Di dalamnya ia mempersembahkan, untuk pertama kalinya, teori perkembangan sejarah yang menempatkan dua aspek social berupa fakta-fakta fisik tentang iklim dan geografi, serta aspek moral dan spiritual yang memengaruhi perkembangan social. Sebagai ilmuwan yang mencoba merumuskan hokum-hukum kemajuan dan kemunduran suatu bangsa, Ibnu Khaldun bisa dianggap sebagai penemu ruang lingkup dan sifat sejati sejarah. Tidak ada penulis Arab, ataupun eropa, yang pernah meletakkan sudut pandang sejarah dengan begitu komprehensif dan filosofis. Semua pendapat kritis bersepakat bahwa Ibnu Khaldun merupakan filosofi sejarah terbesar yang pernah dilahirkan Islam sepanjang waktu.[8]

c.       Filsafat
Filsafat, meskipun berkembang dalam waktu yang relative singkat, akan tetapi disiplin ini telah mampu melahirkan tokoh-tokoh yang terkenal dan berpengaruh dalam pemikiran filsafat di kemudian hari. Di antaranya adalah Abu Bakar Muhammad ibn Yahya al-Saig, yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Bajjah (Avempace) lahir di Saragosa dan meninggal di Fez pada tahun 1138M. karyanya yang terkenal adalah Tadbir al-Mutawahhid (the Rule of The Solitary), yang membicarakan usaha-usah orang menjauhi segala macam keburukan masyarakat yang disebut mutawahhid (penyendiri). Karya filsafatnya berisi penjelasan pemikiran Aristoteles, Ibnu Tufaail mengakui bahwa Ibn Bajja adalah seorang filosof yang cerdas dan sangat dalam pemikiran nya. Corak filsafatnya dicirikan tidak mengarah ke tasafuf atau bahkan menolaknya[9].
Ahli filsafat lain Abu Bakar Muhammad ibn Abd al-Malik ibnTufail al-Qaisi, dikenal dengan Ibn Tufail atau di Barat disebut dengan sebutan Abubacer. Karyanya yang terkenal adalah hayy ibn Yaqzan yang berisikan tentang cerita filsafat dan tentang manusia yang hidup jauh dari masyarakat.[10]

d.      Ilmu Agama
Di zaman Abd al-Rahman I ilmu Fiqh berkembang di Spanyol, apalagi setelah Al-Auza’i terkenal namanya sebagai ulama fiqih. Kemudian disusul oleh murid-murid Imam Malik yang mengembangkan Fiqh gurunya. Diantara murid Imam Malik yang terkenal adalah Abd al-Malik ibn Habib al-Sullami, Yahya ibn Yahya al-Lais dan Isa ibn Dinar. Salah seorang murid imam Malik yang terkenal dalam dan luas ilmunya adalah Yahya ibn Yahya al-Lais. Ia sabgat berwibawa dan disegani karena selain ia adalah seorang ulam fiqh, ia juga seorang Qadi al-qudat di zaman Abd al-Rahman III atau al-Nasir (912-961M). yahya juga dikenal sebagai seorang yang jeli dan cermat dalam memberikan fatwanya[11].
Ilmu kalam juga berkembang di Andalus. Di antara tokohnya adalah Ibnu Hazm. Ibnu Hazm dikenal sebagai ulama yang besar andilnya dalam memurnikan aqidah sehingga koreksi dan sanggahannya tidak hanya tertuju kepada aliran-aliran Islam saja tetapi serangan yang paling keras diarahkan kepada faham Yahudi dan Nasrani .
Ilmu agama lain yang turut mewarnai kejayaan peradaban Islam Spanyol adalah tasawuf. Di antara tokohnya yang terkenal adalah Ibn Masarrah, seorang keturunan dari kota Cordova yang berpaham mu’tazilah. Namun ia tidak menyebarkan paham ini ke masyarakatnya karena ia menyadari bahwa paham ini masih sangat asing bagi mereka. Akan tetapi Ibn Masarrah mewariskan ilmu tasawuf kepada murid-muridnya separti al-Hasyimi, dan Muhy al-Din ibn Araby. Nama yang disebut terakhir dikenal sebagai sufi besar, yang belajar dan bermukim dan meninggal di Damaskus. Ia terkenal dengan konsep tasawufnya, Wahdah al-Wujud[12]

e.       Ilmu Sains
1.      Matematika
Matematika adalah salah satu cabang ilmu yang berkembang pesat di kalangan umat islam zaman dahulu, karena hokum-hukum syariat tentang zakat dan waris menuntut perhitungan aritmatika. Filsufuf islam pertama, abu yusuf Ya’qub bin Ishak al-Kindi (185-256 H/801-869M), juga dikenal  sebagai matematikawan. Ia menulis empat buku tentang aritmatik, diantarnya Risalah fi Madkhal ila al-Aritmatika (Risalah Pengantar Ilmu Hitung) dan risalah al-Kammiyat al-Mudafah (Risalah tentang Jumlah relative).
Matematikawan muslim terbesar adalah Muhammad bin Musa al-Kammiyat (780-850 M)., yang juga ahli geografi terkemuka. Ia memelopori penggunaan angka nol dalam ilmu hitung. Metode untuk menghitung kemudian dikenal sebagai algoritma. Bukunya yang terkenal adalah al-Kitab al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah ( compendium tentang hitung aljabar dan persamaan.

2.      Fisika
Ilmuwan muslim yang pertama memperhatikan ilmu fisika adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak al-Kindi atau yang lebih dikenal dengan al-Kindi pada pertengahan abad  ke 9 tinggal di kota Baghdad. Salah satu bukunya yang terkenal di bidang optic yang kemudian diterjemah ke dalam bahasa latin dengan judul Aspectibus. Buku ini mempunyai pengaruh besar pada pendidikan Roger Bacon (1114-1249), salah seorang pelopor penerapan metode eksperimental dalam pengembangan sains di Barat.
Fisikawan lainnya adalah Abdul Rayhan Muhammad bin Ahmad al-Biruni. Al-biruni melakukan banyak penelitian empiris tentang mineral. Hasilnya dituliskan dalam Maqal fi an-Nisab baina az-Zat wa al-Jawahir fi al-Hajm (perihal hubungan antara Berat logam dan Batu Mulia per Volume). Dia mengukur berat jenis benda-benda yang tidak mempunyai bentuk teratu, dengan menggunakan timbangan ciptaannya sendiri yang berdasarkan prinsip Archimedes.

3.      Kimia
Ilmu kimia dipelajari oleh orang islam dari bangsa cina sekitar tahun 600M. tapi bangsa Cina pada waktu itu belum mempunyai pengetahuan sistematis yang menyeluruh tentang zat dan proses-proses antar zat. Sistematika ini dilakukan oleh bangsa Arab. Bapak ilmu kimia adalah Jabir bin Hayyan al-Kufi as-Sufi (721-815 M) atau yang dikenal di Eropa dengan nama Geber.

4.      Biologi
Ilmu hayat, terutama ilmu tumbuh-tumbuhan (Botani) telah berkembang dengan sangat maju, yang diperkaya dengan penyelidikan-penyelidikan yang dilakukan oleh para ahlinya. Pengamatan yang tepat tentang perbedaan jenis kelamin antar tanaman seperti palem dan ram, mengklasifikasikan tanaman-tanaman menurut jenis-jenisnya, yang tumbuh dari cangkokan atau dari biji, tanaman yang menurut ahli dapat hidup dengan sendirinya.[13] .
Salah satu ilmuwan muslim yang mendalami bidang botani adalah al-Biruni. Ia mengamati bunga-bungaan, hasil pengamatannya tersebut menunjukkan bahwa bunga selalu memiliki 3,4,5,6,dan18 kelopak, tidak pernah 7 atau 9.
Dunia hewan juga merupakan objek studi ilmuwan muslim. Ibnu Sina menyediakan satu bagian dari bukunya yang terkenal asy-Syifa’ untuk zoology. Ia membagi hewan air menjadi beberapa macam menurut habitatnya.               Ia membicarakan secara terperinci anatomi komparatif berbagai jenis binatang itu, serta perbandingan system otot, pencernaan, pembiakan, dan peredaran darah.[14]

5.      Kedokteran
Dokter terbesar dalam sejarah Islam adalah Ibnu Sina, yang juga seorang filsuf besar. Dia digelari “Medicorum Principal” alias Raja Diraja Dokter oleh tradisi kedokteran Eropa klasik. Ibnu Sina menulis banyak buku tentang kedokteran, diantaranya al-Qanun fi at-Tibb (Prinsip-prinsip Kedokteran). Terjemahannya dalam bahasa latin merupakan buku pegangan di universitas-universitas eropa sejak abad ke-12 hingga abad ke-18. Buku ini bahkan menjadi standar karya-karya medis Cina sejak zaman Dinasti Han. Ibnu Sina juga memelopori pengobatan penyakit syaraf neurasthenia.[15]

6.      Ilmu Bumi
Ahli ilmu bumi pertama dalam sejarah islam adalah Hisyam al-Kalbi, yang termasyhur pada awal abad ke-9. Khususnya dalam studi yang mendalam mengenai kawasan Arab. Rintisannya diikuti oleh beberapa ahli ilmu lainnya , diantaranya Muhammad bin Musa al-Khawarizmi, khawarizmi bukan hanya merevisi pandangan ptolemaeus tentang geografi, tetapi juga mengoreksinya dalam beberapa rincian. Bersama tujuh puluh geographer, Khawarizmi membuat peta globe pertama pada tahun 830 M.[16] 

7.      Astronomi
Al-Biruni juga seorang astronom. Ia menulis buku al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hai’ah wa an-Nujum (Hukum Mas’udi tentang Aspek Kelangitan dan Bintang-bintang). Ia berhasil menghitung garis bujur beberapa kota berdasarka pengamatan gerhana. Ia mengambil kesimpulan bahwa bumi berputar mengelilingi sumbunya, enam ratus tahun mendahului Galileo. Ia juga berhasil menghitung jarak dua kota yang diketahui garis lintang dan garis bujurnya. Sebuah metode untuk menentukan terjadinya gerhana di setiap tempatpun telah dirintisnya. Menurut pengamatannya saat itu, gerhana matahari akan terjadi pada 8 April 1019 dan gerhana bulan pada 17 September 1019.[17]

f.       Karya-karya music
Studi-studi islam seperti yang telah diprakarsai oleh para teoritikus al-Kindi, Avicenna dan Farabi, telah diterjemahkan ke bahasa Hebrew dan Latin sampai periode pencerahan Eropa. Banyak penulis-penulis dan musikolog Barat setelah tahun 1200 seperti Gundi salvus, Robert Kilwardi, Ramon Lull, Adam de fulda dan lain-lain. Menunjuk kepada terjemahan Latin dari tulisan-tulisan musical Farabi. Dua buku yang paling sering disebut adalah De Scientiis dan De Ortu Scientiarum. Music Muslim juga disebarluaskan ke seluruh Eropa oleh para penyanyi pengembara dari periode pertengahan dan memperkenalkan banyak instrument dan elemen-elemen music islami.
Isntrumen-instrumen yang lebih terkenal adalah lute (al-dud), pandore (tanbur), dan gitar (gitara). Kontribusi Muslim yang penting terhadap warisan music Barat adalah music mensural dan nilai-nilai mensural dalam not dan mode ritmik. Tarian Moris di inggris berasal dari Mooris Mentas (Morise). Spanyol banyak menerapkan model-model musical untuk sajak dan rima syair dari kebudayaan Muslim[18]

D.    Penutup
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa perkembangan ilmu tidak bisa dilepaskan dari rasa keingintahuan yang besar diiringi dengan usaha-usaha yang sungguh-sungguh melalui penalaran, percobaan, penyempurnaan, dan berani mengambil resiko tinggi sehingga menghasilkan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi suatu generasi dan menjadi acuan pertimbangan bagi generasi selanjutnya untuk mengoreksi, menyempurnakan, mengembangkan, dan menemukan penemuan selanjutnya.
Sejarah sudah membuktikannya bahwa Sejarah merupakan disiplin ilmu yang memiliki validitas kebenaran yang tinggi sehingga layak dijadikan bahan untuk mengambil pelajaran (‘ibrah).
























Daftar Pustaka
-          Abdullah,Taufik. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
-          Hitti,Philip K. 2006. History of the Arabs Jakarta; Serambi Ilmu Semesta.
-          Fu’adi,Imam. 2012. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Yogyakarta: Teras.
-          Nakosteen,Mehdi. 1995. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat; Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam.Surabaya: Risalah Gusti.






[1] Cut Putroe Yuliana, Mahasiswi Pasca Sarjana jur Ilmu Perpustakaan dan Informasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
[2]Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002) hal.237.
[3] Philip K. Hitti. History of the Arabs (Jakarta; Serambi Ilmu Semesta, 2006) hal.708-709.
[4] Ibid hal 710.
[5] Disebut demikian dibandingkan dengan kata wishshah, sabuk ganda dihiasi berbagai permata warna-warni yang dipakai wanita untuk menutupi tubuhnya dari bahu hingga pangkal paha.
[6] Philip K. Hitti. History of the Arabs (Jakarta; Serambi Ilmu Semesta, 2006) hal 720.
[7] ibid , hal 722
[8]Ibid , hal 724.
[9] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, ( Yogyakarta: Teras, 2012) hal. 48-49

[10] Ibid,. hal 49
[11] Ibid., hal 53
[12]Ibid ., hal 55
[13] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, ( Yogyakarta: Teras, 2012) hal. 50.
[14]  Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002) hal. 244.
[15] Ibid,. hal 245.
[16] Ibid,. hal. 248.
[17] Ibid,.Hal 250.
[18] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat; Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam (Surabaya: Risalah Gusti, 1995) hal, 261.